
Bandung, Sergap.live – Kritik tajam kembali disuarakan terhadap pengelolaan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) yang dianggap tidak maksimal dan menjadi celah praktik korupsi oleh elite desa. Pengamat kebijakan publik, Agus Chepy Kurniadi, menyebutkan bahwa sebagian besar BUMDes hanya menjadi formalitas belaka tanpa aktivitas usaha yang nyata.
“Dari belasan BUMDes yang ada dalam satu kecamatan, hanya segelintir yang benar-benar jalan. Banyak yang hanya jadi proyek kertas. Negara harus tegas, jangan ragu mencabut anggaran untuk BUMDes yang tidak jelas arah dan hasilnya,” tegas Agus saat ditemui di Bandung.
Kementerian Desa PDTT merilis data terbaru hingga Juni 2024, tercatat 65.941 BUMDes telah terbentuk. Namun, ironisnya, hanya 18.850 yang mengantongi status badan hukum. Lebih dari separuh lainnya berjalan tanpa kepastian legalitas, dan bahkan sekitar 24% tak lagi aktif.
Praktik penyalahgunaan anggaran marak terjadi dengan berbagai modus, mulai dari pengadaan fiktif, mark-up anggaran operasional, hingga pembentukan BUMDes fiktif yang tak memiliki kantor maupun aset. “Dana ratusan juta setiap tahun digelontorkan ke BUMDes tanpa pengawasan ketat. Laporan keuangan tak jelas, bangunan usaha nihil, dana pun menguap,” papar Agus.
Ia menilai, hal ini merupakan bentuk korupsi kolektif yang berlindung di balik regulasi. Terlebih dengan adanya Keputusan Menteri Desa PDTT Nomor 3 Tahun 2025 yang mewajibkan alokasi 20% Dana Desa untuk program ketahanan pangan berbasis BUMDes, potensi penyelewengan makin besar jika tidak diikuti sistem transparansi.
Agus pun menyebut bahwa tindakan tersebut masuk dalam kategori pidana korupsi. Mengacu pada pasal-pasal dalam UU Tipikor dan KUHP, para pelaku dapat dikenakan hukuman berat, termasuk penjara hingga 20 tahun dan denda miliaran rupiah.
Ia mendesak agar dilakukan audit menyeluruh oleh Kemendes PDTT, BPK, hingga Inspektorat di seluruh tingkatan. “Jangan sampai program mulia ini justru jadi jebakan moral yang merusak tatanan pemerintahan desa. Saatnya hentikan dulu pembentukan BUMDes baru hingga sistem pengawasan diperbaiki,” ujarnya menutup pernyataan.
BUMDes yang seharusnya menjadi motor penggerak ekonomi lokal kini berada di titik nadir kepercayaan publik. Pemerintah pusat pun dituntut hadir dan bertindak cepat sebelum korupsi semakin mengakar di desa-desa.
(Red-Tim)