
Ciamis, SERGAP.live – Praktik penyanderaan ijazah siswa kembali mencoreng dunia pendidikan. Kali ini, dugaan pelanggaran hak konstitusional siswa dilakukan oleh SMK Muhammadiyah Banjarsari, yang menahan ijazah milik Salma Sajidah, lulusan tahun ajaran 2023/2024, dengan alasan belum melunasi sejumlah tagihan.
Ade Mulyadi, ayah Salma, mengaku kecewa berat. Hingga kini, ijazah anaknya tak kunjung diserahkan pihak sekolah. “Kami bukan mangkir bayar. Kami hanya sedang kesulitan ekonomi. Tapi anak saya seolah dihukum karena miskin,” keluhnya, Kamis (2/5/2025).
Tagihan yang disebut pihak sekolah terdiri dari biaya ANBK dan ujian sekolah di SMKN 2 sebesar Rp1.000.000 (baru dibayar Rp200.000), serta biaya pengayaan Rp350.000. Total sisa tagihan yang belum dilunasi sebesar Rp1.150.000.
Tim investigasi SERGAP.live berupaya mengkonfirmasi pihak sekolah. Namun, Kepala SMK Muhammadiyah Banjarsari, Pak Tina, malah melempar tanggung jawab ke Adi Irpan, selaku penanggung jawab. Sayangnya, hingga berita ini dirilis, Adi Irpan tak merespons panggilan ataupun pesan.
Bendahara sekolah, H. Ujang, berdalih bahwa urusan ijazah sepenuhnya menjadi tanggung jawab Adi Irpan, yang menjabat sebagai Koordinator Pendidikan Dasar dan Menengah (Kortib Dikdasmen) di sekolah tersebut.
Kasus ini menambah daftar hitam praktik penahanan ijazah oleh sekolah swasta di wilayah Ciamis. Ironis, di saat dunia pendidikan seharusnya menjadi ruang pembebasan, justru berubah menjadi ladang tekanan ekonomi terhadap rakyat kecil.
Ketua Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) Jawa Barat, Agus Chepy Kurniadi, mengecam keras tindakan penahanan ijazah tersebut.
> “Penahanan ijazah dengan alasan tunggakan adalah bentuk pelanggaran hukum dan moral. Ini bukan hanya soal etika pendidikan, tapi soal pelanggaran hak konstitusional warga negara,” tegasnya.
Agus membeberkan sejumlah regulasi yang diduga dilanggar sekolah:
1. Permendikbud No. 75 Tahun 2016
Sekolah tidak boleh memungut biaya dari peserta didik kurang mampu. Pelanggaran bisa dikenai sanksi oleh Dinas Pendidikan.
2. UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas
Menjamin hak setiap warga negara memperoleh pendidikan tanpa diskriminasi ekonomi.
3. Permendikbud No. 29 Tahun 2014
Ijazah adalah dokumen negara yang wajib diberikan tanpa syarat pembayaran.
4. KUHP Pasal 368 tentang Pemerasan
Menahan ijazah demi memaksa pembayaran bisa masuk unsur pidana, dengan ancaman hingga 9 tahun penjara.
5. UU Perlindungan Konsumen No. 8 Tahun 1999
Konsumen jasa (dalam hal ini pendidikan) berhak dilayani secara jujur dan manusiawi.
“Pendidikan bukan komoditas. Ijazah bukan alat sandera. Kami mendesak Gubernur Jawa Barat dan Dinas Pendidikan segera bertindak tegas. Jangan biarkan sekolah menjadi institusi pemeras,” tutup Agus.
(Red-Yayat)