
Pangandaran, Sergap.live – Proyek jaring apung milik PT PBS di perairan pantai timur Pangandaran menuai kecaman keras dari masyarakat setempat.
Ketua Forum Masyarakat Peduli Wisata, Adi Pranyoto, mengecam keras PT PBS yang dinilai telah beroperasi Baru ada Ijin dari KKP dan tanpa sosialisasi kepada nelayan lokal.
“Kehadiran jaring apung ini sangat merugikan nelayan. Ini adalah tempat mencari ikan tradisional mereka, dan sekarang terancam oleh aktivitas budidaya Budi Daya BBL (Beby Lobtster) PT PBS,” tegas Adi Pranyoto dalam wawancara eksklusif.
Menurut Adi, gambar yang ditunjukkan PT PBS mengenai proyek ini sama sekali tidak mempertimbangkan dampak negatif terhadap nelayan lokal dan komunitas pariwisata yang bergantung pada kelestarian ekosistem laut. Ia menyebutkan, komunitas nelayan, pelaku wisata air, dan komunitas lainnya terdampak langsung.
“Kami menuntut penghentian operasi jaring apung PT PBS hingga izin resmi dan kesepakatan dengan masyarakat tercapai. Kearifan lokal harus dihormati,” tegas Adi. Ia juga mempertanyakan izin dari KKP (Kementerian Kelautan dan Perikanan) yang disebut PT PBS sebagai dasar operasionalnya.
Adi mendesak pemerintah daerah untuk segera turun tangan dan menengahi konflik ini. Ia menekankan pentingnya penetapan zona yang jelas untuk menghindari konflik antara aktivitas nelayan dan proyek PT PBS. “Jangan sampai akses nelayan dan pariwisata terganggu,” ujarnya Jum’at 4 Juli 2025.
“Kami terbuka untuk berdiskusi, asalkan PT PBS mau menyampaikan rencana dan dampaknya secara transparan. Sampai saat ini, tidak ada sosialisasi dan diskusi yang dilakukan,” tambah Adi. Ia juga mempertanyakan besaran hasil tangkapan dan rencana pengembangan proyek jaring apung tersebut.
Adi berharap agar pemerintah dapat memastikan PT PBS mematuhi peraturan yang berlaku dan tidak mengabaikan kepentingan masyarakat lokal. Ia juga mengingatkan agar UU No. 17 Tahun 2024 benar-benar dipatuhi. “Jangan sampai ada perusahaan yang seenaknya melanggar undang-undang,” tegasnya.
Keberadaan jaring apung ini, menurut Adi, juga berpotensi mengancam keselamatan nelayan, terutama saat cuaca buruk. “Bayangkan jika terjadi badai, akses nelayan akan terhambat,” tambahnya.
(Red-@BD)