
Pangandaran, Sergap.live – Maraknya pembangunan infrastruktur dan aktivitas komersial di kawasan pesisir Kabupaten Pangandaran menuai sorotan tajam dari tokoh masyarakat sekaligus pengamat pantai Basisir Pangandaran, Arif Budiman, warga Desa Cibenda, Kecamatan Parigi.
Dalam pernyataannya kepada redaksi Sergap.live, Jumat (1/8), Arif menyatakan keprihatinannya atas perubahan wajah pesisir Pangandaran yang menurutnya semakin mengikis akses masyarakat terhadap ruang publik. Ia mengamati bahwa dalam 5 hingga 10 tahun terakhir, pembangunan di kawasan pantai mengalami lonjakan tanpa arah yang jelas.
“Dulu pantai-pantai dari perbatasan Tasikmalaya hingga Majingklak masih indah, alami, dan terbuka. Tapi tiga sampai empat tahun terakhir, setiap tahun selalu ada pembangunan di titik-titik pesisir dengan anggaran nasional,” ujarnya.
Ia menyoroti pembangunan dua pelabuhan di Babakan dan Bojong Salawe yang hingga kini belum berfungsi maksimal. Selain itu, proyek jalan di sepanjang pesisir dari Madasari hingga Pananjung serta pembangunan tembok penahan ombak juga ia nilai dikerjakan tanpa kajian yang menyentuh kepentingan masyarakat lokal.
Namun, yang paling disorot adalah semakin sempitnya akses publik ke pantai. Arif mengkritik praktik penguasaan lahan melalui skema Hak Pengelolaan Lahan (HPL) yang menjadikan sejumlah titik pantai seolah menjadi kawasan privat.
“Banyak pantai sekarang yang berubah fungsi menjadi restoran, tempat hiburan, bahkan ada yang dijadikan bandara pribadi. Akses masyarakat semakin terbatas. Padahal ini kawasan milik rakyat, bukan milik pribadi,” tegasnya.
Arif juga menyinggung keberadaan jaring apung di kawasan Pantai Timur Pangandaran, yang menurutnya tidak sesuai peruntukan karena berada di zona wisata. “Pantai Timur itu seharusnya zona wisata. Kenapa jaring apung harus ada di situ? Kan masih banyak pantai lain yang lebih cocok. Pantai itu luas, kenapa harus di situ?” cetusnya.
Ia menilai penempatan fasilitas seperti jaring apung di area wisata justru mengganggu estetika, kenyamanan wisatawan, serta menyalahi fungsi ruang kawasan yang telah dikenal luas sebagai destinasi pariwisata.
Lebih lanjut, Arif mengingatkan bahwa pesisir Pangandaran merupakan kawasan strategis nasional yang berada dalam zona ekonomi eksklusif (ZEE) dan berbatasan langsung dengan perairan internasional. Ia meminta pemerintah kabupaten dan instansi terkait untuk lebih terbuka dalam menyusun arah pembangunan pesisir.
“Saya berharap ada kejujuran dan keterbukaan dari pemerintah Kabupaten Pangandaran. Masyarakat berhak tahu dan ikut menentukan arah pembangunan kawasan ini. Jangan sampai pantai hanya tinggal nama karena dikuasai segelintir pihak,” pungkasnya.
Kami juga berharap seluruh masyarakat Kabupaten Pangandaran bisa bersatu mempertanyakan arah pembangunan ini. Kita harus bersama-sama mempertahankan keberadaan pantai sebagai ruang hidup bersama, terutama bagi para nelayan dan pelaku wisata. Jangan sampai mereka justru tergeser ke pinggiran dan dibatasi ruang geraknya di tanahnya sendiri,” tambah Arif.
(Red-@BD)