
Pangandaran Sergap.live – Dalam konferensi pers yang digelar Serikat Petani Pangandaran (SPP) di Pangandaran, Selasa (29/4), Kuasa Hukum SPP Yosep SH menegaskan bahwa lahan eks HGU PTPN VIII di Blok Bulak Laut, Desa Cikembulan, harus dikembalikan kepada rakyat penggarap, bukan diperjualbelikan kepada pihak swasta.
Yosep menyatakan bahwa berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Bandung No. 296/Pdt.G/2024/PN.Bdg, Bank OCBC NISP Tbk diwajibkan mengembalikan sertifikat HGB atas nama PT Startrust.
Hal ini menunjukkan bahwa status lahan tersebut masih bermasalah dan patut diduga merupakan tanah negara.
“Putusan ini jadi pijakan hukum bahwa status lahan belum final dimiliki secara sah oleh pihak swasta.
Justru rakyat penggarap yang selama ini hidup dan mengelola tanah ini, mestinya diakui secara hukum,” ujar Yosep dalam pernyataannya.
Dalam kesempatan itu, Yosep didampingi oleh saksi-saksi yang merupakan warga penggarap dari berbagai desa di sekitar lokasi sengketa: Yayat Saendi (Desa Cikembulan), Lasminah (perwakilan perempuan penggarap), Tarman (Desa Wonoarjo), dan Simini (Desa Sukaresik). Mereka hadir sebagai saksi sejarah yang telah mengelola lahan sejak puluhan tahun silam.
“Saya sudah tinggal dan bertani di sana sejak PTPN tidak lagi aktif. Tapi kami justru diklaim tidak punya hak oleh perusahaan,” kata Lasminah, yang mewakili suara perempuan petani di kawasan tersebut.
Yosep juga menyoroti bahwa PT Startrust tidak pernah merealisasikan pembangunan kawasan wisata seperti yang tercantum dalam izin HGB.
Padahal sesuai ketentuan, HGB bisa dicabut jika tidak digunakan dalam waktu tiga tahun sejak diterbitkan.
“Ini pelanggaran administrasi yang dibiarkan. Ada indikasi keterlibatan oknum dari BPN dan pemerintah daerah sebelumnya dalam proses peralihan hak yang cacat hukum,” tegas Yosep.
SPP melalui Yosep menegaskan lima tuntutan kepada pemerintah, termasuk pencatatan ulang sengketa agraria, evaluasi seluruh izin, moratorium izin baru, hingga rencana pelaporan ke Kejaksaan Agung dan KPK bila tidak ada tindakan nyata dalam waktu satu minggu.
Konferensi pers ini sekaligus menjadi pernyataan sikap resmi SPP bahwa perjuangan agraria bukan sekadar soal lahan, tetapi soal keadilan sosial dan hak hidup petani penggarap.
(Red)