
Pangandaran, Sergap.live – Ketegangan antarwarga Desa Maruyungsari dan Desa Paledah di Kecamatan Padaherang, Kabupaten Pangandaran, memuncak setelah banjir merendam lebih dari 200 hektare sawah petani. Banjir yang dipicu curah hujan tinggi ini menimbulkan perdebatan tajam mengenai solusi penanganan air, bahkan nyaris berujung pada konflik terbuka.
Warga Desa Maruyungsari mengusulkan pembukaan jalan di perbatasan desa untuk mempercepat aliran air. Namun, warga Desa Paledah menolak keras, khawatir pembukaan jalan justru akan memperparah kondisi di wilayah mereka dan merusak infrastruktur yang ada.
Merespons situasi yang kian panas, Bupati Pangandaran Citra Pitriyami turun langsung ke lokasi pada Sabtu (24/5/2025), didampingi Kapolres Pangandaran AKBP Mujianto, Dandim 0625 Letkol CZI Ibnu Muntaha, serta perwakilan dari Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Citanduy. Mantan Bupati Jeje Wiradinata juga turut hadir dalam upaya meredam emosi warga.
Dalam pertemuan di Balai Desa Paledah, warga menegaskan penolakan terhadap opsi menjebol jalan. Mereka menuntut perbaikan saluran pembuangan air sebagai solusi jangka panjang.
“Jangan dijebol! Itu bukan solusi. Yang kami butuhkan adalah pembuangan air yang memadai,” tegas seorang perwakilan petani Paledah dalam dialog bersama pemerintah.
Sebaliknya, saat rombongan Bupati menemui warga Maruyungsari di Pasar Bogor, ratusan petani menyambut dengan ekspresi kecewa. Mereka menyayangkan keputusan pemerintah yang tidak mengakomodasi aspirasi mereka.
Dalam pernyataannya, Bupati Citra menjelaskan bahwa keputusan menolak usulan pembukaan jalan dilakukan demi menjaga keharmonisan antarwarga. Sebagai solusi sementara, tiga unit pompa air akan disiapkan BBWS Citanduy untuk menyedot genangan di lahan pertanian.
“Jika nanti tanaman padi tetap rusak, petani akan diberi kompensasi sebesar Rp1,5 juta per hektare. Saya mohon kesabaran karena saya baru menjabat tiga bulan,” ujar Citra kepada para petani.
Meski demikian, banyak warga masih meragukan efektivitas solusi tersebut. Beberapa petani bahkan memilih walk out dari pertemuan sebagai bentuk protes atas janji pemerintah yang dinilai tidak konkret.
Upaya mantan Bupati Jeje Wiradinata untuk menenangkan massa juga belum membuahkan hasil. Teriakan kekecewaan mewarnai suasana, menandakan ketidakpuasan yang masih membara.
Hingga kini, belum ada keputusan final mengenai langkah penanganan banjir yang berdampak pada dua desa tersebut. Pemerintah daerah menyatakan masih mengupayakan solusi terbaik yang dapat diterima kedua belah pihak.
Kondisi ini menunjukkan bahwa bencana alam tak hanya menimbulkan kerusakan fisik, tetapi juga berpotensi menciptakan gesekan sosial jika tidak ditangani secara adil dan cepat.
(Redaksi)