
Pangandaran, Sergap.live – Pemerintah Daerah (Pemda) Pangandaran dinilai berpotensi menghadapi defisit anggaran serius pada tahun 2026.
Hal ini menyusul kebijakan pemerintah pusat yang memangkas anggaran Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) dari Rp919 triliun menjadi Rp650 triliun.
Menurut pengamat kebijakan publik, Hendris Arisman Andriyana, SE, pemangkasan tersebut akan berdampak signifikan terhadap Pangandaran.
Jika pada Tahun Anggaran 2025 Kabupaten Pangandaran menerima alokasi TKDD sebesar Rp924,6 miliar, maka pada 2026 diperkirakan hanya sekitar Rp647 miliar.
“Pemotongan hampir 30 persen ini jelas mengancam stabilitas fiskal Pangandaran. Padahal PAD kita hanya sekitar Rp250 miliar per tahun. Jika ditotal, pendapatan daerah memang terlihat Rp1,174 triliun, tapi pengeluaran selalu lebih besar.
Ditambah cicilan utang jangka pendek dan bunga ke Bank BJB, kondisi Pemda makin terhimpit,” ujar Hendris, Minggu (24/8/2025).
Hendris memperingatkan, pemangkasan TKDD ini akan menimbulkan efek domino yang langsung dirasakan masyarakat Pangandaran.
“Dampaknya bisa berupa kenaikan pajak dan retribusi, penurunan daya beli, pengangguran meningkat, harga-harga melonjak, inflasi, hingga turunnya minat investasi dan kewirausahaan. Rakyat yang akan paling menderita,” ungkapnya.
Ia menambahkan, kondisi tersebut berpotensi memaksa Pemda mencari sumber pendapatan baru.
Namun langkah ini rawan memicu gejolak sosial. “Jangan sampai Pangandaran mengalami kasus seperti Kabupaten Pati yang merencanakan kenaikan PBB 250 persen dan akhirnya ditolak keras masyarakat,” tegasnya.
Hendris juga menyoroti kondisi Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), khususnya PDAM Pangandaran.
“Sementara kalau saya melihat BUMD seperti PDAM saja alami penurunan aset tiap tahunnya. Dalam 4 tahun kebelakang saja PDAM mengalami penurunan aset akibat adanya depresiasi aset dan beban operasional yang tinggi. Padahal, modal dasar awal sebesar Rp40 miliar (Perda No.14 Tahun 2019), dengan modal disetor Rp30 miliar berupa aset dan sarana-prasarana air bersih,” ungkapnya.
“Sehingga per Desember 2023 dalam Laporan Perubahan Modal/Equitas tinggal Rp19 miliar. Artinya, beban biaya operasional dan depresiasi aset sudah menggerus sekitar Rp11 miliar. Ini perlu segera diselamatkan, Pemda jangan diam, DPRD juga harus melek. Karena kalau mengacu kepada Peraturan Daerah (Perda) Nomor 01 Tahun 2021, Pemda masih kurang setor sebesar Rp10 miliar ke PDAM,” jelas Hendris.
Selain itu, Hendris menyinggung kasus dugaan tiket palsu objek wisata yang hingga kini belum tuntas. Padahal, sektor pariwisata selama ini jadi andalan utama peningkatan PAD.
“Kalau hanya mengandalkan pariwisata, sulit untuk menaikkan PAD. Apalagi masih ada kebocoran. Pertanyaan saya sederhana: solusi apa yang sebenarnya ditawarkan Pemda untuk tahun depan?” ujarnya.
Lebih jauh, Hendris mempertanyakan arah kebijakan Pemda Pangandaran ke depan.
“Apakah kita mau terus membebani rakyat seperti sapi perah, atau kita mampu berdiri di atas kaki sendiri? Itu yang harus dijawab pemerintah daerah sebelum masyarakat yang jadi korban,” pungkasnya.
(Red)