
Pangandaran, Sergap.live – Ratusan warga Desa Sukahurip, Kecamatan Pangandaran, Kabupaten Pangandaran, menggelar aksi unjuk rasa di depan bale desa pada Rabu pagi (4/6/2025).
Mereka menyuarakan mosi tidak percaya kepada Kepala Desa dan menuntut pertanggungjawaban atas dugaan penyelewengan Dana Desa tahun anggaran 2024.
Dalam aksi tersebut, warga membawa sejumlah spanduk berisi tuntutan. Mereka menuntut Kepala Desa Sukahurip, Warsiman Khaerudin, serta Kaur Kesra untuk mundur dari jabatannya karena dinilai tidak transparan dalam pengelolaan anggaran.
“Pokoknya warga minta Kades dan Kaur Kesra mundur dari jabatannya,” tegas Ketua Forum Masyarakat Peduli Desa Sukahurip, Dindin Misbahudin, dalam pernyataan resminya.
Dindin menjelaskan, warga mencurigai adanya penyimpangan dalam beberapa proyek pembangunan desa, antara lain:
Pembangunan gedung pertemuan senilai Rp87.250.000
Pembangunan kamar mandi Rp16.336.000
Pembangunan lapangan voli Rp42.659.625
Pembangunan tribun Rp144.000.000
Pembangunan Jembatan Bojong Duren I Rp116.891.000 dan Jembatan II Rp116.881.000
Penanaman pohon cengkeh dan pala Rp10.000.000 yang diduga fiktif
Ia menyebutkan bahwa laporan dugaan korupsi ini telah dilayangkan ke Kejaksaan Negeri Ciamis dan Kejaksaan Tinggi Jawa Barat, dan saat ini sedang dalam proses audit oleh Inspektorat Kabupaten Pangandaran.
“Harapan warga sederhana: pertanggungjawaban dan keadilan. Kami lelah menunggu penjelasan yang tak kunjung datang,” katanya.
Menanggapi tuntutan warga, Kepala Desa Sukahurip, Warsiman Khaerudin, menyatakan bahwa pihaknya menghargai aspirasi warga. Menurutnya, masyarakat memiliki hak untuk mengawasi dan menginvestigasi pembangunan desa.
“Itu hak warga untuk melakukan investigasi di lapangan. Tapi karena saat ini kita sedang diperiksa bahkan diaudit Inspektorat, ya nanti Inspektorat yang bisa membuktikan semuanya,” ujar Warsiman.
Ia menegaskan bahwa proses pembangunan telah dilakukan sesuai mekanisme. Warsiman juga menolak tudingan adanya persekongkolan antara dirinya dan Kaur Kesra.
“Ya itu bahasa mereka. Sebenarnya tidak ada persekongkolan di sini,” tegasnya.
Lebih lanjut, Warsiman menjelaskan bahwa struktur jabatan antara dirinya sebagai kepala desa dan Kaur Kesra berbeda. Dalam praktiknya, proses pengajuan anggaran telah melalui mekanisme yang melibatkan banyak pihak.
“Saya sebagai pengambil kebijakan. Ketika SPPD diajukan, saya buatkan SPM untuk pencairan. Itu bukan untuk saya pribadi, tapi untuk kebutuhan Kaur Kesra. Di lapangan pun ada kontrol dari BPD dan masyarakat,” jelasnya.
Soal desakan agar dirinya mundur, Warsiman menilai hal itu merupakan bagian dari dinamika demokrasi. Namun, ia mengingatkan bahwa jabatan kepala desa merupakan amanat yang diberikan secara sah melalui pemilihan.
“Itu sebuah keniscayaan. Saya dilantik oleh bupati dan mendapat mandat dari masyarakat melalui suara terbanyak saat pemilihan. Jadi ketika sekarang ada beberapa orang meminta saya berhenti, tentu saya harus mempertimbangkannya dengan bijak. Karena saya juga harus melayani seluruh warga, bukan sebagian saja,” ujarnya.
Hingga berita ini diturunkan, proses audit oleh Inspektorat Kabupaten Pangandaran masih berlangsung. Warga berharap hasil pemeriksaan dapat segera diumumkan secara terbuka dan tidak ada pihak yang mengintervensi proses hukum.
(BD)