
PANGANDARAN Sergap.live – Ketegangan antara Forum Benih Bening Lobster (BBL) Pangandaran dan Pemerintah Kabupaten Pangandaran kembali mencuat.
Perwakilan Forum BBL, Abah Rangga, menyatakan kekecewaannya terhadap pernyataan Bupati Pangandaran, Citra Pitriyami, yang dinilai kurang memberikan solusi konkret atas permasalahan penangkapan BBL.
Menurut Abah Rangga, pernyataan bupati yang menyinggung soal pengkajian lebih lanjut dan kekhawatiran habisnya populasi lobster hanya memberikan “harapan palsu” bagi nelayan. “Itu bukan solusi, malah terasa seolah-olah pemerintah mempersulit langkah kami. Nelayan menunggu kepastian, bukan janji,” ungkap Rangga.
Rangga juga menanggapi pernyataan bupati terkait perusakan aset pemerintah, seperti mobil damkar dan pagar pendopo saat aksi unjuk rasa pada Kamis lalu. Ia menegaskan, kerusakan tersebut sudah dimusyawarahkan bersama Asisten Daerah II, yang menyatakan bahwa sebagian biaya perbaikan akan ditanggung pemerintah.
“Jika memang forum harus menanggung kerusakan fasilitas negara, kami siap bertanggung jawab,” tegasnya.
Bupati Citra Pitriyami menjelaskan bahwa pemerintah daerah tidak memiliki kewenangan untuk mengeluarkan izin terkait BBL.
Ia mengacu pada Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 7 Tahun 2024 tentang Pengelolaan Lobster (Panulirus spp), Kepiting (Scylla spp), dan Rajungan (Portunus spp).
“Dengan adanya aturan dari pemerintah pusat, otomatis Surat Edaran Bupati Pangandaran Nomor 523/0409/DKPKP/III/2021 tentang penghentian sementara penangkapan dan pengeluaran BBL yang ditandatangani oleh bupati sebelumnya sudah tidak berlaku,” jelas Citra.
Ia menambahkan bahwa wacana penerbitan Surat Keterangan Asal Benih (SKAB) BBL masih memerlukan pengkajian, baik dari segi kuota maupun pengawasan. “Kita juga tidak mau lama-lama lobster di Pangandaran habis,” katanya.
Bupati Citra juga menyesalkan kerusakan pada mobil damkar dan gerbang pendopo saat aksi unjuk rasa. “Itu aset negara, uang rakyat, bukan uang saya,” ujarnya kepada awak Media Senin, 28 Juli 2025.
Forum BBL menilai pernyataan tersebut seolah menyudutkan para nelayan. “Padahal kami datang untuk menuntut hak, bukan untuk merusak. Jika ada kerusakan, kami sudah siap bertanggung jawab,” pungkas Rangga.
(Red-@BD)