
Pangandaran, Sergap.live – Peringatan Hari Tani Nasional (HTN) 24 September 2025 menjadi momentum refleksi bagi para petani dan masyarakat agraris di seluruh Indonesia.
Dewan Suro Serikat Petani Pasundan (SPP) Kabupaten Pangandaran, Arip Budiman, bersama Sekretaris Jenderal (Sekjen) SPP Pusat, Agus Tiana, menyuarakan pernyataan sikap politik yang menegaskan pentingnya mengembalikan semangat Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) 1960.
“Salam Agraria! Dengan penuh rasa syukur kepada Allah SWT dan hormat kepada para pahlawan bangsa, kami menyatakan sikap bahwa petani masih menjadi tulang punggung bangsa, namun justru terpinggirkan dalam kebijakan negara,” tegas Arip Budiman, Selasa (23/9).
Menurutnya, UUPA 1960 yang lahir dari semangat revolusi kemerdekaan sejatinya mengandung empat prinsip utama:
1. Merombak status kepemilikan tanah dari kolonial menjadi milik rakyat Indonesia.
2. Menetapkan penguasaan dan pemanfaatan sumber daya agraria untuk kepentingan bangsa, bukan kolonial.
3. Mengarahkan pemanfaatan kekayaan agraria demi kemakmuran rakyat, menjaga lingkungan, dan mewujudkan amanat konstitusi UUD 1945 Pasal 33.
4. Mengubah struktur kepemilikan dan pemanfaatan tanah dari monopoli negara, monarki, maupun korporasi menjadi prioritas untuk rakyat secara adil dan proporsional.
“Penetapan UUPA No. 5 Tahun 1960 merupakan tonggak kemenangan bagi kaum tani, nelayan, masyarakat adat, serta rakyat kecil tak bertanah. Dari situlah lahir Keppres No. 169 Tahun 1963 yang menetapkan 24 September sebagai Hari Tani Nasional,” jelas Arip.
Namun, ia menilai setelah 65 tahun perjalanan sejarah, semangat itu kian memudar. Peringatan HTN bahkan mulai dilupakan, baik oleh institusi negara, legislatif, maupun elemen bangsa lainnya.
“Realitanya, petani dan masyarakat agraris semakin dipinggirkan dari percaturan kebijakan nasional. Padahal hingga kini, mereka tetap menjadi produsen pangan terbesar bagi rakyat Indonesia.
Ironisnya, peran mereka justru dipisahkan dari agenda pembangunan pangan yang selalu diagungkan setiap pergantian presiden,” ungkap Arip.
Sekjen SPP Pusat, Agus Tiana, menambahkan bahwa kondisi ketidakadilan agraria semakin nyata di berbagai daerah.
Banyak petani, kata dia, kehilangan tanahnya akibat ekspansi industri, investasi perkebunan, hingga proyek strategis nasional yang tidak memperhatikan hak-hak rakyat kecil.
“Negara seperti lupa bahwa tanpa tanah, tidak ada pangan. Dan tanpa pangan, tidak ada kedaulatan bangsa.
Petani hari ini menghadapi ancaman serius, bukan hanya dari krisis iklim, tetapi juga dari kebijakan negara yang lebih berpihak pada korporasi besar,” tegas Agus Tiana.
Ia menegaskan, peringatan HTN harus menjadi momentum kebangkitan gerakan rakyat agraria. SPP, menurut Agus, bersama seluruh organisasi tani dan masyarakat adat di Indonesia, akan terus mengawal perjuangan reforma agraria sejati.
“Reforma agraria bukan sekadar sertifikasi tanah, tetapi soal keadilan sosial. Tanah harus dikuasai oleh mereka yang benar-benar menggarapnya.
Pemerintah tidak boleh keluar dari amanat UUPA 1960 dan konstitusi. Itulah semangat Hari Tani Nasional yang harus selalu kita tegakkan,” pungkas Agus.
(Red-@BD)